Pengusaha Sawit Bantai Warga Adat

Pengusaha Sawit Bantai Warga Adat

\"\"30 Tewas, Diduga Dibekingi Brimob JAKARTA - Kejadian pembantaian warga terjadi di sebuah kampung adat di Provinsi Lampung. Sekelompok warga dari lembaga adat Megoupak mengadukan terjadinya pembantaian sebanyak 30 warga yang diduga dilakukan oleh oknum PT Silva Inhutani selama dua tahun terakhir. “Sebanyak 30 korban telah tewas sepanjang tahun 2009 hingga 2011,” ujar Bob Hasan, ketua tim advokasi lembaga adat Megoupak, dalam rapat bersama sejumlah anggota Komisi III DPR di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (14/12). Rombongan lembaga adat Megoupak kemarin dipimpin oleh mantan anggota DPR yang juga Mayjen (Purn) TNI Saurip Kadi. Menurut Bob, kejadian memilukan itu terjadi saat PT Silva Inhutani, perusahaan yang bergerak di bidang sawit ingin melakukan perluasan lahan. Perusahaan yang dipimpin oleh warga negara Malaysia bernama Benny Sutanto alias Abeng itu bermaksud akan melakukan perluasan di kawasan Tulang Bawang, Mesuji, dan Sungai Sodong. “Perusahaan itu ada sejak 2007, namun didirikan pada 2003,” ujar Bob. Perluasan lahan itu mendapat penolakan dari warga adat sekitar. Ini karena, warga di tiga kawasan itu tidak pernah bercocok tanam dengan mengembangkan kelapa sawit. “Penduduk setempat menanam sengon, albasia untuk kehidupan, sehingga mereka menolak,” kata Bob. Penolakan itu sepertinya direspons represif oleh PT Silva Inhutani dengan membentuk PAM Swakarsa demi memaksa warga. Saurip Kadi menyatakan, diduga kuat di belakang PAM Swakarsa itu juga dibekingi oleh aparat keamanan. Mereka melakukan pemaksaan kepada warga adat sekitar. “Timbul korban jiwa ketika itu,” ujar Saurip. Bukannya ditangani secara hukum, kata Saurip, warga adat Lampung itu kembali menjadi korban. Apalagi, para korban itu dibunuh secara keji. “Akibatnya mereka takut, apalagi kejadiannya seperti itu,” kata Saurip. Dalam laporannya itu, rombongan adat juga menampilkan video pembantaian keji yang diduga dilakukan PAM Swakarsa bentukan PT Silva Inhutani. Dalam video amatir itu, sekelompok orang dengan pakaian hitam dengan tutup wajah melakukan penyiksaan sadis kepada warga adat Lampung. Para warga itu dibunuh dengan keji, seperti digorok lehernya, dipotong-potong anggota badannya, dan kemudian digantung di tiang-tiang. Kejadian tak berprikemanusiaan itu disaksikan oleh sejumlah warga yang nampaknya dipaksa untuk menonton langsung. Tontonan mengerikan itu tak cukup di situ saja. Ada pula warga yang ditembak dari bagian bawah badannya hingga kemudian menembus kepala korban. “Sudah cukup, jangan diputar lagi. Ini mengerikan sekali,” ujar anggota Komisi III DPR Ahmad Yani. Bob menambahkan, ratusan warga juga menderita luka secara fisik akibat tekanan itu. Dia menyatakan, para korban yang masih hidup saat ini mengalami trauma psikis dan stres berat. “Mereka melihat anggota keluarganya dibantai di depan matanya,” kata Bob. Sesuai pasal 67 UU Kehutanan, masyarakat hukum adat wajib diakui keberadaaannya seiring dengan keberadaan unsur adatnya, serta hak-hak kolektif tersebut diatur dalam UUD 1945. Menurut Bob, adanya jaminan negara untuk melindungi warga adat telah dilanggar melalui pembantaian itu. Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo menyatakan, Komisi III harus segera membentuk tim kecil untuk segera melakukan kunjungan lapangan di tempat kejadian perkara. Menurut Bambang, bagaimana bisa kejadian sekeji ini bisa luput dari perhatian aparat. “Kejadian sudah ada setahun lalu, itu luput dari perhatian aparat, luput dari rekam jejak DPR, luput dari perhatian publik,” ujar Bambang secara terpisah. Menurut Bambang jika melihat rekaman, bisa jadi ada keterlibatan aparat. Dalam video yang ditayangkan, terlihat oknum yang melakukan pembantaian membawa senjata khas milik aparat hukum. “Karena senjata yang dikalungi petugas yang menggorok itu adalah jenis SS1, senjata buru sergap organik Brimob,” jelas politisi Partai Golkar itu. Kunjungan lapangan itu, kata Bambang, akan diprioritaskan saat reses anggota DPR yang dimulai pekan depan. Komisi III nanti akan segera membentuk kelompok-kelompok kecil untuk pembagian tugas kunjungan lapangan. “Kami juga akan memanggil Kapolda, Kapolres, dan Kapolsek terutama yang bertugas di tempat kejadian perkara,” tandasnya. Anggota Komisi III DPR Edi Ramli Sitanggang juga mengaku prihatin atas kejadian itu. Dirinya mendukung upaya Komisi III DPR untuk membentuk tim kecil melakukan investigasi langsung di lapangan. “Ini perbuatan sadis, tapi kami tetap menjunjung azas praduga tidak bersalah,” tegas politisi Demokrat itu. (bay)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: